Dalam sejarah perjalananku sebagai seorang “Mak Comblang”, ini adalah track record terparah yang pernah ku alami. Ya, aku gagal sebagai Mak Comblang. Tapi, bukan di situ inti ceritanya. Kali ini, aku tidak hanya gagal tapi sekaligus pensiun dari profesi sampingan sebagai Mak Comblang. Dan semua itu dimulai saat Negara Api menyerang, eh maksudnya saat cowok-cowok BBS Putra Bangsa “kembali” mengekspansi sekolahku.
***
Handphone-ku
bergetar. Ada chat masuk. Siapa yang
malam-malam gini nge-chat?, pikirku. And guess what? Dari Lea, sahabatku
sejak kelas X sampai sekarang.
Lea:
Ve, udh tidur blom?
Aku
membalas.
Belom. Ada apa, Le?
Lea:
Gue mau curhat niih…
Tumben lo, tetiba curhat malam-malam
gini. Lagi galau?
Lea:
Banget, Ve. Beberapa waktu ini pikiran gue kacau.
Waah, kenapa lo? Salah makan?
Lea:
Ih, gaklah. Kayaknya gue lagi jatuh cinta deh…
Hah? Jatuh cintaaaa???? Demi apa, Le???
Lea:
Demi Allah. Baru kali ini gue segalau ini. Makan gak enak, tidur
gak nyenyak.
Serius lo? Ama siapa Le?
Lea:
Tapi, lo jangan shock ya.
Emang kenapa?
Lea:
Janji dulu jangan shock.
Okay.
Promise.
Lea is typing…
Lea:
Gue suka sama salah
satu anak BBS yang tempo hari tanding sama tim sekolah kita. Yang selalu ngoper
bola ke Mars.
Buhahaha. Banting setir sekarang? Lo bilang gak bakal
suka sama anak BBS kecuali Vega. Sekarang lo malah naksir salah satu anak BBS
dan anak basket pula. Le, serius lo gak salah makan? Di antara sekian banyak
anak basket di sekolah kita dan selusin yang udah lo tolak, sekarang lo malah
kesengsem sama anak tim basket rival sekolah kita? Waah, this is no joke, man.
Lea:
Makanya gue juga gak
nyangka, Ve. Tapi serius, gue beneran suka sama dia. Dan lo harus bantuin gue
kali ini
Bantuan? Apaan?
Lea:
Comblangin gue sama
dia, ya. Pliss… lo kan Mak Comblang terbaik yang pernah gue kenal. Lo nyaris
gak pernah gagal nyomblangin orang.
Hah? Nyomblangin lo sama dia? Gimana ceritanya? Sorry,
Beb. Kali ini gue gak bisa janji.
Kali ini berat misinya.
Lea:
Ayolah, Ve. Kali ini aja. Ntar kalo
dia gak mau sama gue ya udah, gue gak bakal maksa kok. Gue bukan Lea yang dulu.
Gue bakal jadi muslimah shalihah kalo gue berhasil dapetin dia.
Waah, Le kayaknya lo udah kesambet jin deh.
Istighfar. Salah niat, kualat lo.
Lea:
Makanya lo bantuin gue dong, Ve. Plis, yah, yah, yah?
Makanya lo bantuin gue dong, Ve. Plis, yah, yah, yah?
Aku berpikir
keras. Sebenarnya aku tidak mau berurusan dengan BBS lagi. Bisa panjang urusannya
karena BBS dengan sekolahku ibarat klan Hashirama dan klan Uchiha dalam komik
Naruto. Tidak pernah akur. Kejadian tempo hari saja sudah cukup bikin geger satu
sekolah. Dan nama kakakku, Vega, pasti dibawa-bawa. Apalagi kalo aku ketahuan
berurusan sama salah satu siswa BBS. Dan pertanyaan terbesarnya, bagaimana aku
bisa mencari info di sekolah super eksklusif itu?
Lea
is typing…
Lea:
Ve? Lo belum tidur, kan?
Eh iya, belum kok.
Aku tersadar bahwa aku terlalu lama berpikir.
Lea:
Gimana, Ve? Bisa kan?
Iya deh. Ini pertama dan terakhir, okay? Lo tau kan
resikonya kalo sampe orang-orang pada tau?
Lea:
Iya Ve. Gue tau kok. Tenang aja, gue
udah siap dengan segala resikonya. Thank you, Dear. Lo emang sahabat terbaik
gue. Muach muach. See you tomorrow, Ve sayaang. :*
Ck, semangat amat mengejar cinta.
Sana, Semangat ngerjain PR sana biar gak dihukum lagi. Awas aja kalo karena
kepikiran si cowok itu lo jadi tambah bego :P
Lea:
Siap,
Kapten Venus! ^^
***
“Ve, hari ini
mampir ke sekolah Kak Vega, ya. Bisa kan?,” Pertanyaan Mama pagi ini membuatku
nyaris melompat dari kursi saking senangnya. Pucuk dicinta ulam pun tiba, pikirku.
Mungkin ini sebabnya aku tidak pernah gagal jadi Mak Comblang. Keberuntungan selalu berada di pihakku. Yeah!
“Tumben
Mama gak ke sana,” jawabku dengan jawaban retoris. Padahal, jawabannya tinggal
“bisa” atau “gak”.
“Hari
ini Mama ada deadline pemesanan
catering. Jadi, mama sekalian bantu plus ngawasin juga. Bisa kan, Ve? Sekalian
bawain makanan sama multivitamin buat Vega dan Mars. Oya, Vega juga nitip
bawain sepatunya. Mama lupa bawain waktu terakhir kali ngunjungin dia,” kata
Mama.
“Siap,
laksanakan Boss Mama!,” jawabku dengan senyum merekah.
Aku
langsung bergegas ke kamar Kak Vega dan mengambil barang yang harus kubawa.
“Ve
berangkat ya, Ma,” aku mencium tangan Mama lalu bergegas ke sekolah dengan
barang yang lebih banyak dari biasanya. Namun, aku nyaris tidak merasa
keberatan membawanya. Rasa bahagia bahwa aku akan bisa masuk ke BBS lagi
(terakhir kali saat mengantar Kak Vega di tahun pertamanya bersekolah). Dan
yang pasti, hari ini aku bisa mulai menjalankan misiku. Mencari tahu tentang
orang yang disukai Lea.
***
Namaku
Venus. Sekarang aku tercatat sebagai siswi kelas XI di SMA Nusantara. Sekolahku
adalah salah satu sekolah swasta yang cukup diminati. Aku memiliki seorang
kakak yang sangat kusayangi. Namanya Vega. Usia kami hanya terpaut satu tahun.
Kakakku bersekolah di Putra Bangsa Boys Boarding School. Kami sering
menyingkatnya dengan BBS Putra Bangsa atau BBS saja. Sekolah kami adalah rival sejak lama. Salah satu alasanku
memilih SMA Nusantara adalah karena sekolahku berdekatan dengan sekolah Kak
Vega. Persaingan antara sekolah kami begitu ketat. Siswi di sekolahku terkenal
dengan kecantikan dan kepintaran mereka, sedangkan siswa BBS terkenal dengan
ketampanan dan prestasi mereka, khususnya tim basket-nya. Kakakku salah satu
personil tim basket BBS. Dia kapten tim basket BBS. Namun, seketat apapun
persaingan mereka, aku tidak begitu tertarik dan tidak begitu peduli. Aku hanya
ingin berdekatan dengan kakaku, itu saja.
Sejak
kelas X akhir aku terkenal dengan julukan “Mak
Comblang” di sekolah setelah aku berhasil mengantarkan sepasang siswa-siswi
sebagai kekasih. Tidak ada niatan sama sekali untuk jadi Mak Comblang. Hanya
saja kenapa aku berusaha mati-matian karena aku mengetahui sang gadis menyukai
kakakku. Aku tidak ingin ada yang mendekati kakaku selain orang yang kupilih.
Aku bahkan berhasil menjodohkan siswi di sekolahku dengan siswa BBS. Sayangnya,
hal tersebut menuai kontroversi di kemudian hari yang juga melibatkan kakakku
karena waktu itu kakakku adalah Ketua OSIS. Setelah itu, mereka membuat
perjanjian tak tertulis bahwa siswa BBS tidak boleh dekat apalagi berpacaran
dengan siswi SMA Nusantara.
Namun,
sepertinya kali ini aku yang akan melanggar perjanjian tidak tertulis itu. Demi
Lea, sahabatku, aku harus siap dengan resikonya. Aku berharap semoga kali ini
kakakku tidak terlibat lagi seperti dulu.
Dan
satu lagi, aku memiliki sepupu yang seumuran denganku. Aku lahir lebih dulu
dari dia. Sayangnya kami tidak begitu akur. Namanya Mars. Dia sangat dekat
dengan Kak Vega. Aku sering cemburu jika Kak Vega lebih memperhatikan Mars
daripada aku. Tapi, lama-kelamaan aku mencoba mengerti dan menganggapnya
selayaknya saudara, meskipun tetap saja sikap menyebalkannya tidak bisa
ditolerir.
***
“Serius
lo? Kesambet jin mana lo?,” Mika terheran-heran saat Lea menceritakan apa yang
ia ceritakan padaku semalam.
“Iya,
gue serius, Ka,” jawab Lea. Ya, Lea memang cantik. Dia banyak menjadi incaran
siswa-siswa di sekolah.. Tidak hanya cantik, Lea juga violinist dan composer.
Dia adalah ketua tim orkestra sekolah.
“Lo
juga, Ve. Serius lo mau bikin gara-gara lagi kali ini?,” tanya Mika lagi. Dia
adalah orang yang sangat peduli pada nasibku dan Lea. Apalagi saat aku membuat
masalah beberapa waktu yang lalu karena insiden “pasangan beda sekolah” itu.
“I just try my best. Toh cuma nyoba.
Lagian, gue belum tau siapa orang yang bisa bikin “Princess Elsa” ini meleleh?
Eh, lo belum bilang sama gue orangnya. Anak BBS yang waktu itu datang kan
banyak,” kataku kemudian.
“Namanya
Bintang Altair. Bagus, kan? Dia seangkatan sama kita. Adik kelas Kak Vega. Katanya
dia jago banget gambar. Dan pastinya dia cakep, hehehe,” kata Lea dengan wajah
merona.
“Ih,
kalimat lo yang terakhir bikin gue merinding tau gak. Cakepan Kak Vega
kemana-mana kali,” kataku.
“Iya
deh, lo kan fans sejatinya kak Vega. Heran deh gue kok lo bisa punya sindrom Big Brother Complex kayak gitu, Ve,”
kata Lea.
“Eh,
tapi ngomong-ngomong cuma itu aja informasi yang lo tau tentang dia?,” tanya
Mika.
“Itu
udah cukup, Ka. Lagian, lo kok bisa tau sih? Jangan bilang lo punya mata-mata
anak BBS,” kataku penuh selidik.
“Gaklah.
Kalo iya, gue gak mungkin minta tolong sama lo, Ve. Sejak hari itu, diam-diam
dia jadi pembicaraan seantero sekolah. Gak Cuma dia sih, dia dan tujuh orang
temannya yang semua namanya kayak nama lo, kakak lo dan sepupu lo. Gue denger
salah satu dari mereka ada yang namanya Bumi. Gila kan? Trus lo Venus. Waah, bakal
kayak gimana ya?,” kata Lea.
“Hush!
Jangan mulai deh Drama Queen lo!,”
kataku cepat-cepat.
“Trus,
gimana cara lo bisa tau tentang si Bintang itu, Ve?,” tanya Mika.
“Tenang.
Hari ini keberuntungan lagi berada di pihak gue. Mikayla, mungkin ini efek gue
temenan sama lo. Ntar gue bakal ke BBS,” kataku sambil tersenyum penuh
kemenangan.
“Serius
lo, Ve? Demi apa lo ke BBS?,” Lea dan Mika langsung berteriak bersamaan seperti
dikomando.
“Ssst!!
Ntar orang-orang pada denger, habis kita,” kataku.
“Waaah,
lo bener-bener luar biasa, Ve. Baru juga dapat misi udah nemu peluang aja,”
kata Mika.
“Biasa,
misi dari nyokap. Hari ini nyokap gak bisa ngunjungin Kak Vega. Jadi, gue yang
ke sana,” jawabku.
“Aaah,
Venuuusss! You are my heroine today!,”
Lea langsung memelukku.
Hari
ini aku benar-benar merasa di atas angin. Jauh sebelum hari ini aku tidak
pernah menduga bahwa setelah hari ini Allah sedang berencana membuat titik
balik dalam hidupku.
***
Setelah
menunjukkan kartu kunjungan orang tua dan identitas diri, aku berhasil masuk ke
BBS. Karena ini hari Sabtu, sekolah menjadi lebih ramai. Pasti karena hari ini
hari ekstrakurikuler. Dan benar saja, aku seperti masuk ke dalam Jurassic Park.
Semua orang langsung melihat ke arahku. Seragamku dan mereka memperhatikan
wajahku dengan teliti. Setelah itu mereka langsung tahu siapa aku. Wajahku
memang mirip dengan kak Vega. Jika rambutku dibuat sependek Kak Vega pasti kami
dikira saudara kembar. Teman-teman sekolah Kak Vega menyebutku Vega versi
perempuan.
“Ve!,”
sebuah suara yang tidak asing memanggilku. Suara yang sangat kurindukan. Suara
kakakku.
“Kak
Vega!,” balasku.
“Mama
udah bilang kan kalo hari ini gak bisa ke sini?,” tanyaku padanya.
“Iya,
sudah kok. Kakak kira kamu gak bakal berani ke sini lagi,” kata Kak Vega. Aku
mulai merasa hawa tidak enak. Jika sudah seperti ini dia pasti ingin mulai
menjahiliku seperti biasanya.
“Kalo
kangen bilang aja. Gak usah nge-bully,”
balasku segera.
“Tau
aja kalo Kakak kangen. Kamu makin cantik aja. Habis makan lulur ya?,” kata Kak
Vega.
“Tuh
mulai lagi. Awas ya! Kakak pikir Ve gak berani nonjok Kakak di sini?,” balasku.
“Iih,
tega banget sama Kakak sendiri. Nona Saebom
jangan galak-galak,” kata Kak Vega.
“Eiya
Kak, ini barang-barangnya,” kataku kemudian.
“Makasih
adikku sayang. Eh, ayo masuk dulu. Mumpung ini weekend jadi gapapa ngajak orang luar masuk,” kata Kak Vega.
“Awas
ya kalo aku dikerjain”.
“Tenang.
Kakak cuma mau minta dibantuin bawa ini. Berat tau bawa sendiri”.
“Kakak
pikir Ve gak berat bawanya? Lagian ngapain gak bawa teman ke sini tadi?”
“Jangan
ah. Ntar mereka rebutan mau kenalan sama kamu”.
“Dasar
cowok! Trus, ngapain aku diajak ke dalam?”
“Gapapa.
Kan ada Kakak”.
“Ih,
mulai deh”.
Aku
diajak masuk ke dalam sekolah dan kemudian kami menuju ke ruang Club Basket.
“Venus?,”
seru seseorang saat kami tiba di depan pintu ruang Club Basket. Aku langsung
mengenalinya. Wajah dingin tanpa ekspresi itu. Dia Mars, sepupuku.
“Kenapa?
Kaget?,” balasku.
“Tumben
ke sini,” katanya.
“Iya,
diminta tolong Mama soalnya Mama lagi ada deadline
catering, Kak. Eiya, kok cuma berdua
aja di sini? Yang lain kemana?,” kataku sambil mulai menjalankan misiku.
Pertama aku melihat sekeliling ruangan, mencari foto profil tim basket BBS
sembari Kak Vega dan Mars membereskan barang-barang yang kubawa.
“Eiya
kak, di sini ada yang namanya Bintang Altair?,” tanyaku kemudian yang membuat
keduanya sukses mengarahkan pandangannya ke arahku.
“Eh,
kenapa lo tiba-tiba tanyain Al?,” tanya Mars. Dia memang selalu curiga padaku
saat aku bertanya tentang anak laki-laki Kak Vega.
Ooh, jadi nama panggilannya Al, batinku.
“Gak
kok. Cuma tanya aja. Soalnya di sekolah lagi heboh nyebut-nyebut nama Bintang
Altair. Kirain pelajaran astronomi. Orangnya yang mana sih?,” kataku asal.
“Dulu
dia di tim ini. Tapi, beberapa hari sebelum turnamen sekolah dia dan
teman-temannya ngundurin diri dan pada banting setir ngebangun ROHIS sekolah
yang mati suri,” jelas Kak Vega.
“ROHIS?,”
keningku berkerut.
“Iyap.
Dia sekamar lho sama Mars,” kata Kak Vega lagi.
“Serius
Mars? Dia sekamar sama lo?,” aku masih tidak percaya.
“Dari
tahun lalu,” jawab Mars.
“Dia
teman dekat Mars juga. Mereka semua dekat. Kakak jadi senang sekarang Mars
punya banyak teman dekat,” kata Kak Vega tersenyum riang.
Bintang Altair udah gak di tim basket, tapi
di ROHIS BBS. Jadi sekarang BBS punya ROHIS? Wah, makin complicated aja nih
urusan kalo begini, batinku lagi.
“Ve,
kamu gapapa kan? Malah ngelamun,” kata Kak Vega.
“Ah,
gapapa Kak. Ya udah Kak, Ve balik sekarang, ya. Hari ini gak ada yang jemput
jadi Ve pulang sendiri,” kataku.
“Beneran
gapapa pulang sendiri?,” tanya Kak Vega.
“Iya,
gapapa. Masih jam segini juga,” jawabku.
Setelah
itu mereka mengantarku sampai ke depan gerbang sekolah.
“Hati-hati,
ya. Salam buat Mama sama Papa,” kata Kak Vega saat kami sampai di depan gerbang
sekolah.
“Sip,”
jawabku.
“Itu
Al,” kata Mars tiba-tiba.
Aku
menoleh ke arah yang dituju Mars dan betapa kagetnya saat aku melihatnya. Aku
pernah melihatnya beberapa kali.
“Pasti
habis rapat. Anak ROHIS biasanya rapat di akhir pekan. Oya, mereka mau ngadain
acara joinan sama sekolahmu lho Ve,” kata Kak Vega. Tapi suara Kak Vega samar karena
saat aku melihat ke arah Bintang Altair, dia tidak sendiri. Dia bersama
seseorang yang kukenal. Aquilla, Koordinator Keputrian ROHIS sekolahku. Mereka
sepertinya sangat akrab. Ekspresi keduanya menunjukkan kalau mereka memiliki
hubungan yang tidak biasa. Apa jangan-jangan mereka…???
***
Apa-apaan
ini? Aquilla sama Al? Ada hubungan apa mereka? Masa iya mereka pacaran? Anak ROHIS?
Gak mungkin banget. Anak ROHIS masa pacaran? Kayaknya itu gak ada di dalam
kamus mereka. Tapi, kok mereka jalan berdua gitu? Tampangnya juga bahagia
banget.
Sepanjang jalan pulang pikiranku
berkecamuk tidak karuan. Bahkan sampai di rumah aku masih tidak berhenti
memikirkan apa yang kulihat tadi sore. Misiku mencari tahu tentang Al belum
selesai, ini sudah ada masalah baru lagi. Tentu aku tidak mungkin langsung
menyampaikan semua yang kulihat hari ini kepada Lea. Itu sama saja mematahkan
hatinya sebelum dia mencoba. Lalu, aku harus bagaimana? Oh God, what should I do? Haruskah aku mencari
tahu kebenarannya terlebih dahulu?
Sebuah pesan masuk dari Lea.
Lea:
Ve, gimana tadi?
Gue tadi ke sana. Tapi, gue gak bisa nanya
banyak. Ada Mars. Dan lo harus tau kalo si Altair itu teman sekamarnya Mars
dari tahun lalu.
Lea:
Pantesan mereka waktu itu barengan. Jangan-jangan sama
teman-temannya yang dari galaksi sebelah itu.
Haha, bisa jadi Le. Tapi, sekarang si Altair
udah gak di tim basket lagi.
Lea:
Serius?
He’eh. Dia sekarang udah di ROHIS. Dia sama
teman-temannya kecuali Mars sekarang ngebangun lagi ROHIS BBS. Jadi, sepertinya
kali ini lo harus mundur teratur, Le. Mana ada anak ROHIS yang mau pacaran?
Lea:
Hiks, berarti gue nyerah aja nih? :’(
Gue gak mau PHP-in lo. Dan ya kita harus
realistis. Jalan lo sama dia beda.
Lea:
Patah hati deh gue T_T
Tapi, ya gak tau juga kali aja lo sama dia jodoh. Tenang aja,
jodoh pasti bertamu kok, eh bertemu :D Sabar ya, Le. I’ll pray the best for you as always. Lo nyari yang lain aja deh
ya. Lagian, di antara sekian banyak kenapa harus Bintang Altair sih?
Lea:
Lo sih gak pernah ngerasain. Tapi, awas aja kalo lo suka sama
dia.
Ya ampuun, segitunya. Gini-gini gue tipe
orang yang loyal. Lagian, Kak Vega tetap irreplaceable
buat gue.
Lea:
Dasar Big Brother Complex
Haha, biarin :P
Malam itu akhirnya misiku selesai. Setidaknya
aku berhasil tidak memberitahu semua yang kulihat pada Lea. Dia pasti sudah
cukup sedih karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Sebenarnya, sejak awal
memang sudah tidak mungkin. Bagaimanapun juga Bintang Altair tetap anak BBS. Selain
itu, sekarang dia juga adalah anak ROHIS. Lengkap sudah ketidakmungkinannya. Tapi,
ada misi yang lain. Aku harus mencari tahu ada hubungan apa antara Aquilla
dengan Altair. Aku masih sulit menyerah untuk hal yang satu ini. Jika memang
tidak ada hubungan apa-apa, bisa jadi suatu saat Lea akan punya kesempatan. Namun,
sepertinya misi ini tidak akan berjalan semudah yang kubayangkan.
Benar saja. Keesokkan harinya chat group sekolah beserta chat group kelas heboh dengan berita
Aquilla dan Altair. Dua hal yang pastinya disoroti, yaitu mereka beda sekolah
dan mereka tercatat sebagai anak ROHIS. Sepanjang yang kutahu, anak ROHIS tidak
ada yang pacaran. Sepanjang penglihatanku selama ini Aquilla tidak pernah dekat
dengan siswa laki-laki dan jika pun berinteraksi itu hanya sebatas urusan
pelajaran atau hal yan berkaitan dengan kelas. Tapi, jika memang mereka
benar-benar pacaran… Tapi, masa iya? Aaaarrrrggghhh, aku jadi tambah penasaran.
Dan satu lagi, Lea pasti sudah tahu tentang hal itu.
“Ve, big
news!,” seru Mika saat aku bergabung dengan mereka di taman sekolah saat
istirahat sekolah.
“Iya, sepagian ini kayaknya Aquilla langsung
jadi trending topic,” jawabku sambil
melirik ke arah Lea. Dia sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
“Gak mungkin kan, Ve?,” katanya sambil
memandang lapangan basket di seberang kami dengan tatapan yang menerawang jauh.
“Hmm? Apaan?,” tanyaku.
“Ya, gak mungkin mereka ada apa-apanya,”
jawab Lea dengan mata berkaca-kaca.
“Tapi, Le kalo misalnya bener…,” aku langsung
memberi isyarat kepada Mika dengan tatapan setajam elang sebelum dia
menyelesaikan kalimatnya.
“Yuk, kita selidikin,” kataku kemudian
menepuk pundak Lea.
“Serius lo Ve?,” Mika dan Lea langsung
menoleh ke arahku.
Aku mengangguk.
“Gue juga ngerasa ada yang aneh. Gak mungkin
Al sama Aquilla ada apa-apa,” jawabku.
“Al?,” kata Lea kemudian.
“Ah, iya. Itu nama panggilannya,” jawabku.
“Venus, kok lo gak ngasih tau gue sih?,” Lea
mulai protes.
“Eh iya ya? Berarti gue lupa, Le. Sorry,” kataku.
“Ih, parah nih. Lo pensiun aja jadi Mak
Comblang. Lo gak trusted,” kata Lea
dengan wajah cemberut. Aku dan Mika hanya tersenyum melihatnya dengan ekspresi
lucunya itu.
***
Aku pun memulai misi penyelidikanku bersama
Lea dan Mika. Hari ini kami berencana mengikuti pengajian umum yang
diselenggarakan oleh ROHIS sekolahku. Hari ini untuk pertama kalinya kami
mendatangi masjid sekolah untuk mengikuti pengajian. Sebelumnya kami lebih
memilih untuk bermain entah itu ke mall,
karaoke, toko buku atau tempat bermain lainnya daripada mengikuti pengajian. Hari
ini untuk pertama kalinya juga kami memakai kerudung ke sekolah. Saat kami
sampai di depan pintu, semua tampak heran terutama Aquilla, Jingga dan Renia yang
merupakan pengurus ROHIS sekolah. Sebelum ini mereka lebih sering melihatku di
ruang latihan Taekwondo, melihat Lea
di ruang musik dan melihat Mika di ruang majalah sekolah. Dan yang pasti mereka
kaget karena kami memakai kerudung.
“Kita boleh masuk?,” tanyaku yang masih
berdiri di depan pintu.
“Oh, boleh banget,” kata Aquilla sambil
tersenyum kemudian menyalami kami satu per satu. Kami pun bersalaman dengan
peserta lain. Di sana juga ada Eleanor dan Lyra, teman sekelas kami.
Aquilla adalah teman sekelasku saat kelas X.
Aku juga mengetahui dia bergabung di ROHIS sejak semester satu. Sejak saat itu
penampilannya berubah. Menurut sebagian besar orang itu aneh, tapi menurutku
itu anggun. Elegan dan berwibawa. Ya, aku berbicara tentang hijab Syar’i yang
dipakai Aquilla dan teman-temannya di ROHIS. Satu lagi, senyum Aquilla seperti
mengingatkanku pada seseorang yang entah siapa. Aku seperti pernah melihat
seseorang tersenyum seperti Aquilla. Tapi, dimana?
Hari
ini kebetulan topik yang dibahas tentang sistem pergaulan di dalam Islam. Materi
yang disampaikan sangat luar biasa. Tidak hanya aku yang terpesona kepada isi
materinya, tetapi juga Lea dan Mika. Selama ini aku hanya mengetahui sangat
sedikit tentang Islam. Aku tidak tahu apapun selain hal yang diajarkan dalam
pelajaran agama. Aku tidak tahu bahwa Islam mengatur seluruh aspek kehidupan,
termasuk bagaimana pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Aku akhirnya
memahami kenapa di dalam Islam tidak boleh ada aktivitas pacaran. Tidak hanya
itu, aku juga mengetahui bahwa perempuan diwajibkan menutup aurat mereka secara
sempurna. Selain itu, dijelaskan juga mengapa hari ini tidak semua orang Islam
memahami tentang sistem pergaulan ini. Ternyata, sistem ini tidak boleh berdiri
sendiri dan memang tidak berdiri sendiri hanya dalam pilar individu saja atau
hanya individu dan masyarakat saja, tetapi juga harus ada peran dari negara. Oleh
karena itu, Islam juga mengatur tentang sistem pemerintahan yang akan
merealisasikan sistem ini. Hal ini menjadi sangat jelas hari ini bahwa tanpa
sistem pemerintahan Islam pergaulan bebas merajalela, tidak hanya pacaran,
bahkan sampai kepada seks bebas dan kejahatan seksual seperti pemerkosaan,
pencabulan dan sebagainya. Menurutku itu sangat luar biasa. Aku tidak pernah
menyangka Islam memiliki pengaturan yang begitu sempurna dalam kehidupan. Tanpa
kami sadari kami adalah peserta teraktif pada pengajian kali ini. Niat kami
semula adalah mencari kesempatan untuk Lea agar bisa lebih dengan Al namun
lewat pengajian ini niat itu seolah luntur bahkan lenyap. Mata kami berbinar
dan hati kami bergetar menyimak penjelasan oleh pemateri. Bahkan setelah
pengajian selesai, kami masih berada di masjid untuk memuaskan rasa penasaran
kami. Kami berdiskusi banyak dengan Aquilla dan teman-temannya hingga magrib
menjelang. Hari itu kami pulang dengan perasaan bahagia dan puas dengan semua
jawaban yang diberikan.
***
Sejak
hari itu kami semakin sering terlibat diskusi dengan teman-teman ROHIS. Perlahan,
kami pun mulai mengubah penampilan dan kebiasaan kami. Setelah ujian kenaikan
sabuk, aku memutuskan untuk berhenti dari club Taekwondo dan mulai mengenakan jilbab dan kerudung. Tentu semua
kaget dengan perubahanku. Kak Vega hanya tertawa saat dia melihatku dengan
penampilanku yang sekarang. Namun, ekspresi berbeda ditunjukkan oleh Mars. Dia terlihat
bahagia dengan perubahanku. Setelah kutelusuri ternyata Mars juga sudah bergabung
di ROHIS bersama teman-temannya saat gossip tentang sekolahku dan sekolahnya
sedang panas-panasnya. Hal yang sama
juga terjadi pada Lea. Lea berhenti dari club orkestra dan mengikuti langkahku.
Begitu juga dengan Mika. Namun, Mika tetap menjadi editor di majalah sekolah. Melalui
Mika kami akhirnya berhasil melawan Black
Campaign tentang ROHIS serta membersihkan nama Aquilla dengan elegan.
Inilah
titik balik dalam hidupku. Islam membantuku menemukan pencarianku selama ini.
Aku pun berhenti menjadi Mak Comblang secara resmi. Sekarang aku bukan lagi
Venus si Mak Comblang. Aku adalah Venus, seorang Muslimah yang sedang belajar
menjadi Muslimah yang sempurna. Muslimah yang taat kepada syariat Allah. Sejak saat
itu pula aku tidak pernah lagi menanyakan bagaimana perasaan Lea pada Al. Lea
juga sudah tidak pernah membahasnya. Sekarang Lea menyibukkan diri dengan
kegiatan ROHIS dengan membantu mengisi acara setiap kali ada pengajian spesial
khusus perempuan. Lea selalu mengisi bagian background
music untuk muhasabah, monolog maupun musikalisasi puisi. Dan inilah
jawaban atas doanya beberapa waktu yang lalu. Bedanya adalah dia tidak jadi
pacaran dengan Al. Yah, mungkin suatu saat. Tapi, bukan pacaran. Sesuatu yang
jauh lebih baik daripada pacaran. Apalagi kalau bukan menikah? Semoga saja.
Sampai hari ini aku tidak tahu
ada hubungan apa antara Al dengan Aquilla. Sebenarnya aku berencana
menanyakannya. Hanya saja, karena gossip itu sudah berlalu kupikir tidak perlu
menanyakannya lagi. Toh itu masa
lalu.
“Assalamu’alaikum,” seseorang
menyapaku.
“Wa’alaikumsalam
warahmatullah. Hai, Ki,” jawabku padanya. Dia tersenyum.
“Sendirian aja, Ve,” katanya
yang kemudian mengambil tempat duduk di sebelahku dengan minumannya.
“Iya. Lea sama Mika lagi ke
perpus. Habis balikin buku mereka nyusul ke sini,” kataku.
“Eiya, bisa gak kalo jadwal
latihan Taekwondo-nya digeser? Ternyata
kita masih harus rapat lagi sama anak-anak BBS,” katanya.
“Ah, iya. Gapapa kok. Aku juga
belum mastiin ke Saebom lagi untuk
tempatnya. Mungkin setelah UTS aja kali ya, latihannya?”
“Bisa, in syaa Allah. Eiya,
nanti kamu bantuin untuk follow up
pasca acara ya. Rencananya bakal ada FGD gitu”.
“Sip, sip”.
“Ah iya, Ve. Aku lupa waktu
itu mau ngomong ke kamu”.
“Soal apa?”
“Soal Al”.
“Al? Emang kenapa sama Al?”
“Kenapa aku tenang-tenang aja
pas ada gossip itu”.
“Trus?”
“Karena Al itu saudara
kembarku,” bisiknya kemudian beranjak dari tempat duduk itu dan meninggalkanku.
“Ooh, gitu. Pantesan aja kalian
kayaknya mirip. Senyum kamu familiar. Jadi
karena itu,” aku mengangguk.
Wait, saudara kembar? Whaaaat!!?? Aquillaaaa!!!”
SELESAI
Jazakillah khairan katsir buat Ami untuk ide tulisannya. Inget banget ini waktu kita lagi heboh tentang Death Note. Jazakillah khairan katsir juga buat Nila yang udah nyemangatin dan akhirnya bisa selesai juga. Sorry ya, ini udah gak sama dengan yang aku tulis sebelumnya. Tapi, inti ceritanya sama. And this is not the end. This is just the beginning ^^