Monday, 28 March 2016

Jepang dan Anime

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Hisashiburiiiii....!!! Orenmaniyeyoooo...!!!

Sudah lama sekali saya tidak meninggalkan jejak di blog saya yang satu ini (saking banyaknya blognya). Postingan terakhir saya adalah pertengahan 2014. Dan sekarang sudah 2016, Pemirsa! Banyak sekali yang sudah terlewat. Tapi, in syaa Allah hal-hal selanjutnya akan menyusul kok. So, don't worry be happy :D

Sebagai seorang alumni Sastra Jepang, 6 tahun menikmati dunia kejepangan dengan skripsi yang selesai 1,5 tahun, kalo mau digambarkan dengan penggambaran yang (agak) lebay, saya pastinya udah kenyang banget dan mungkin udah mau muntahin semuanya. Meskipun di akhir-akhir, saya sibuknya dengan skripsi, kanji jaman baheula dan tentu saja penerjemahan yang bener-bener membuat kepala pusing. Tapi, alhamdulillah semua itu terlewati dan sekarang saya tercatat sebagai salah satu "pengacara" (pengangguran banyak acara) di Indonesia Raya ini. 

Oke, balik lagi soal Jejepangan. Ya, mungkin ini akan sedikit mengobati kerinduan saya dengan masa awal-awal kuliah dimana saya belajar kanji, bunpou, choukai, kaiwa, dokkai dan sederet pelajaran lainnya termasuk nihonshi, nihon bungaku shi de es be. 

Kenapa Jepang? Kenapa Anime? Karena Jepang dan Anime itu seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Kalau bukan Jepang, gak bakal disebut Anime. Dan kalau bukan Anime pasti bukan dari Jepang. Ya, kira-kira begitulah gambaran singkatnya.

Beberapa waktu yang lalu, sempat heboh juga dengan ditayangkannya webtoon (sebutan untuk manga online ala Korea. Maklum, sekarang Virus Korea sedang menyebar ke se-antero dunia, apalagi dengan drama Korea terbaru yang bintangnya Song Hae Kyo dan Song Joong Ki) berjudul Noblesse. Web Toon ini sebenarnya sudah lama, cuma aplikasinya kayaknya baru booming beberapa waktu belakangan ini dan semakin booming dengan diadaptasinya webtoon tersebut ke dalam anime yang produsernya Shunsuke Tada, salah seorang produser anime terkenal, tapi saya lupa apa ya animenya yang terkenal. Pokoknya nama ini familiar banget di telinga, khususnya para penggila anime (tapi jujur saya bukan penggila anime, kok. Cuma tau aja karena berteman dengan para otaku, hehe).

Waktu itu saya penasaran, kenapa sih anime ini booming banget? Ah, ternyata emang karena webtoonnya udah ratusan episode. Dan penggemarnya banyak banget. Trus, pas dibuatin anime dan di-dubbing pake bahasa Jepang, ceritanya bener-bener hidup. Tapi, pas di-dubbing pake bahasa Korea, kesannya kayak bukan Anime lagi. Dan saya jadi gimanaa gitu nontonnya, sekali pun saya suka nonton tayangan berbahasa Korea. Cuma kalo dalam animasi rasanya gimanaa gitu. Sama juga kalo ada anime yang dub-nya pake bahasa Inggris. Itu bener-bener gak suka nontonnya. Ya, mungkin masalah selera sih. Tapi Anime Jepang punya ciri khas tersendiri yang gak bakal bisa ditiru animasi manapun. Dan kalo menurut saya itu karena seiyuu (pengisi suara), ceritanya, baik intrinsik maupun ekstrinsik dan juga emang Anime itu dibuat dengan sangat Jepang sampai gak bisa dilepaskan unsur-unsurnya dari Jepang itu sendiri. Akhirnya orang kalo nyebut Anime pasti ingetnya ya kartun Jepang, bukan yang lain.

Coba ya, kaum Muslimin bisa menjadikan Islam itu spesial. Menjadikan Islam sebagai bagian dari diri mereka sehingga gak ada lagi dikotomi antara Islam dengan Muslim. Karena Islam adalah landasannya dan Muslim adalah orang yang memeluk Islam, sehingga gak ada lagi ungkapan-ungkapan defensive apologetic semacam, "kalo ada yang salah dengan Islam jangan salah Islam, tapi salah saya". Sepintas ini memang benar, tapi kalo menurut saya tidak bijak seorang Muslim menurukan harga dirinya. Karena seharusnya seorang Muslim berusaha sekuat tenaga menjadikan dirinya sesuai dengan Islam. Sebagaimana Rasulullah dan para Sahabat. Ketika orang-orang menyebut kata Islam, bayangan mereka adalah kaum Muslimin itu sendiri. Karena kita semua adalah duta bagi agama kita. 

Gazebo Perpustakaan Kampus, 28 Maret 2016. 03:08 PM. Bersama Hujan. 

No comments:

Post a Comment